Gardu Kecil itu Rumah Kedua Saya
Andai saja saya lahir di tahun 60-an, mungkin saya masih bisa mencicipi suasana kereta api hilir mudik di depan rumah. Ya, rumah saya didirikan berdampingan dengan lahan milik PJKA. Bahkan pekarangan rumah saya merupakan tanah sewa dari jawatan ular besi milik negara. Makanya tak heran jika posisi rumah saya nampak berbeda dengan rumah-rumah lainnya. Posisinya terlihat miring menghadap arah barat daya, karena mungkin dulu dibangun menyesuaikan dengan tata letak rel kereta yang ada di depannya. Unik, sekaligus sebagai tanda jika rumah saya usianya jauh lebih tua dari rumah di sekitarnya.
Banyak diantara rumah-rumah yang berdiri di pinggir bekas rel itu difungsikan sebagai rumah kontrakan saja. Mungkin saja para pemiliknya berpikir secara ekonomis dengan tak membangun rumah mereka secara megah. Sebagai antisipasi tentunya agar mereka tak terlalu merugi manakala pihak PJKA kelak meminta kembali lahannya. Kondisi inilah yang juga membuat unik kampung saya. Sebab bisa dipastikan hampir setiap tahunnya kampung saya kedatangan warga baru. Bahkan saat mengambil gambar sekitar rumah sore tadi, saya baru sadar jika tetangga pas samping kanan adalah seorang bidan. Padahal bisa dikatakan tetangga tersebut sudah menghuni rumah itu seminggu yang lalu. Entahlah, kok bisa tetangga itu tak terdeteksi radar saya?. Apa jadinya ya andai teroris yang menjadi tetangga saya saudara-saudara? hahaha.
Satu hal lagi yang membuat unik adalah jalan paving yang membelah kampung saya. Ya, baru saja jalan kecil itu dihiasi dengan paving baru. Melanjutkan proyek beberapa tahun sebelumnya yang hanya melakukan pemavingan kurang dari separuh panjang jalan yang ada.
Saya bilang unik, bahkan lucu mengenai proyek paving jalan satu ini. Betapa tidak, proyek paving yang pertama dikerjakan mulai dari ujung jalan selatan dan berhenti beberapa meter sebelum depan rumah saya. Di proyek kemarin, giliran ujung jalan sebelah utara yang menjadi titik awal pengerjaannya. Jika dipikir proyek tersebut harusnya sudah rampung, dengan hasil pavingan yang tersambung dengan proyek sebelumnya. Justru sesuatu yang aneh terjadi. Lagi-lagi pemavingan berhenti kira-kira beberapa meter sebelum depan rumah.Unik kan?
Apa saya curiga? Jelas saya curiga. Sebagai warga saya juga merasa iri melihat kondisi yang terjadi. Tapi sudahlah, wong cilik tentunya hanya bisa menjadi penonton saja di negeri para pesulap ini. Nikmati saja segala pertunjukan simsalabim yang ada. Yah, setidaknya jalan tak berpaving itu bisa menjadi penanda jika nanti dulur-dulur dari Makassar bingung mencari rumah saya hehe.
Satu lagi yang menjadi penanda rumah saya adalah sebuah bangunan kecil mirip poskamling. Letaknya di depan rumah saya dan dulu menjadi semacam tempat jagongan para warga. Awalnya bentuk bangunan ini sederhana. Hanya berupa balai bambu tanpa bilik sekat dengan atap genteng seadanya. Karena lama tak difungsikan dan terawat dengan baik, akhirnya saya dan teman-teman merenovasi bangunan itu. Memperluas ukurannya, memberi bilik sekat dari bambu dan melantainya dengan semen. Sekret arek P.A ! begitulah orang-orang sekitar biasa menyebutnya.
Di tempat itulah saya dan adik-adik saya belajar tentang sebuah dunia bernama pencinta alam. Bekas gardu warga itu sekarang menjadi naungan kami untuk berkarya. Begitu sederhana, tapi bagi kami sarat akan makna. Bangunan kecil itu sudah menjadi semacam rumah kedua dari masing-masing kami. Tempat kami saling berbagi suka, duka dan sekaligus berkarya melalui sebuah media bernama sampah.
Banyak yang bilang sekretariat kami begitu nyaman digunakan sebagai tempat untuk melepas lelah karena pekerjaan. Bahkan banyak diantara mereka yang sengaja datang ke tempat ini untuk sekedar menumpang tidur saat jam istirahat kerja tiba. Mereka bilang suasana sejuknya begitu ampuh untuk membujuk mata segera terpejam.
Saat sore hari biasanya kami sering nongkrong bareng di sekretariat tercinta. Secangkir kopi untuk bersama, sambil menanti pemandangan yang selalu dinanti saat malam menjelang tiba. Bukan..bukan sunset menawan yang kita nantikan, tapi cuma kelelawar yang kita tunggu untuk keluar. Yah, ribuan kelelawar yang nampak keluar dari sebuah gedung tinggi, itulah yang menjadi kesukaan kami saat sore hari.
Gedung tinggi itu dimiliki oleh seorang pengusaha sarang burung walet. Terlihat jauh lebih tinggi dari gedung-gedung di sekitarnya dan pernah menjadi kontroversi di kampung saya. Sebuah rumor yang beritanya sampai pula muncul di headlines Metro TV. Berita tentang sebuah wabah penyakit yang dicurigai datang dari virus walet. Sempat sedikit memanas dan hampir saja warga mencoba menutup paksa gedung kala itu. Hingga muncul pernyataan dari pihak dinas kesehatan, jika penyakit yang menyerang warga itu ditimbulkan oleh virus Chikungunya.
Dulur blogger, itulah sedikit cerita tentang sekitar rumah saya. Bagaimana dengan sekitar rumah anda?
Banyak diantara rumah-rumah yang berdiri di pinggir bekas rel itu difungsikan sebagai rumah kontrakan saja. Mungkin saja para pemiliknya berpikir secara ekonomis dengan tak membangun rumah mereka secara megah. Sebagai antisipasi tentunya agar mereka tak terlalu merugi manakala pihak PJKA kelak meminta kembali lahannya. Kondisi inilah yang juga membuat unik kampung saya. Sebab bisa dipastikan hampir setiap tahunnya kampung saya kedatangan warga baru. Bahkan saat mengambil gambar sekitar rumah sore tadi, saya baru sadar jika tetangga pas samping kanan adalah seorang bidan. Padahal bisa dikatakan tetangga tersebut sudah menghuni rumah itu seminggu yang lalu. Entahlah, kok bisa tetangga itu tak terdeteksi radar saya?. Apa jadinya ya andai teroris yang menjadi tetangga saya saudara-saudara? hahaha.
Satu hal lagi yang membuat unik adalah jalan paving yang membelah kampung saya. Ya, baru saja jalan kecil itu dihiasi dengan paving baru. Melanjutkan proyek beberapa tahun sebelumnya yang hanya melakukan pemavingan kurang dari separuh panjang jalan yang ada.
Saya bilang unik, bahkan lucu mengenai proyek paving jalan satu ini. Betapa tidak, proyek paving yang pertama dikerjakan mulai dari ujung jalan selatan dan berhenti beberapa meter sebelum depan rumah saya. Di proyek kemarin, giliran ujung jalan sebelah utara yang menjadi titik awal pengerjaannya. Jika dipikir proyek tersebut harusnya sudah rampung, dengan hasil pavingan yang tersambung dengan proyek sebelumnya. Justru sesuatu yang aneh terjadi. Lagi-lagi pemavingan berhenti kira-kira beberapa meter sebelum depan rumah.Unik kan?
Apa saya curiga? Jelas saya curiga. Sebagai warga saya juga merasa iri melihat kondisi yang terjadi. Tapi sudahlah, wong cilik tentunya hanya bisa menjadi penonton saja di negeri para pesulap ini. Nikmati saja segala pertunjukan simsalabim yang ada. Yah, setidaknya jalan tak berpaving itu bisa menjadi penanda jika nanti dulur-dulur dari Makassar bingung mencari rumah saya hehe.
Satu lagi yang menjadi penanda rumah saya adalah sebuah bangunan kecil mirip poskamling. Letaknya di depan rumah saya dan dulu menjadi semacam tempat jagongan para warga. Awalnya bentuk bangunan ini sederhana. Hanya berupa balai bambu tanpa bilik sekat dengan atap genteng seadanya. Karena lama tak difungsikan dan terawat dengan baik, akhirnya saya dan teman-teman merenovasi bangunan itu. Memperluas ukurannya, memberi bilik sekat dari bambu dan melantainya dengan semen. Sekret arek P.A ! begitulah orang-orang sekitar biasa menyebutnya.
Di tempat itulah saya dan adik-adik saya belajar tentang sebuah dunia bernama pencinta alam. Bekas gardu warga itu sekarang menjadi naungan kami untuk berkarya. Begitu sederhana, tapi bagi kami sarat akan makna. Bangunan kecil itu sudah menjadi semacam rumah kedua dari masing-masing kami. Tempat kami saling berbagi suka, duka dan sekaligus berkarya melalui sebuah media bernama sampah.
Banyak yang bilang sekretariat kami begitu nyaman digunakan sebagai tempat untuk melepas lelah karena pekerjaan. Bahkan banyak diantara mereka yang sengaja datang ke tempat ini untuk sekedar menumpang tidur saat jam istirahat kerja tiba. Mereka bilang suasana sejuknya begitu ampuh untuk membujuk mata segera terpejam.
Saat sore hari biasanya kami sering nongkrong bareng di sekretariat tercinta. Secangkir kopi untuk bersama, sambil menanti pemandangan yang selalu dinanti saat malam menjelang tiba. Bukan..bukan sunset menawan yang kita nantikan, tapi cuma kelelawar yang kita tunggu untuk keluar. Yah, ribuan kelelawar yang nampak keluar dari sebuah gedung tinggi, itulah yang menjadi kesukaan kami saat sore hari.
Gedung tinggi itu dimiliki oleh seorang pengusaha sarang burung walet. Terlihat jauh lebih tinggi dari gedung-gedung di sekitarnya dan pernah menjadi kontroversi di kampung saya. Sebuah rumor yang beritanya sampai pula muncul di headlines Metro TV. Berita tentang sebuah wabah penyakit yang dicurigai datang dari virus walet. Sempat sedikit memanas dan hampir saja warga mencoba menutup paksa gedung kala itu. Hingga muncul pernyataan dari pihak dinas kesehatan, jika penyakit yang menyerang warga itu ditimbulkan oleh virus Chikungunya.
Dulur blogger, itulah sedikit cerita tentang sekitar rumah saya. Bagaimana dengan sekitar rumah anda?
Di paving dewe aja uncle.... biar ga becek kalau hujan datang :).
BalasHapusRumah saya juga ada gardu dari bambu tapi kemarin dihancurkan sama bapak, karena sudah rusak terus sering digunakan anak2 ABG buat mabuk. Jadi sengaja ga di bangun lagi :)
tapi gentengnya masih utuh mbak.. kirimen ke Jember po'o rek hihihi
Hapusbiar wis mbak, biar gak dipaving aja.. ben nyeni dan buat tanda kalau itu rumah saya
rumah menjadi hangat dan nyaman seringkali krn org2nya bukan krn bentuknya..
BalasHapustentang berita dr media? hmm. media kadang suka bikin panik warga, ya. :D
Saya gak panik kok mbak pas diberitakan media pacaran ama Ashanty haha
HapusMikirin apa mas sampe bidan baru tinggal dekat rumahmu kok gak tau?
BalasHapusCie cie...
Mikirin dirimu say :p
HapusKenalan dulu ma bidannya dech ..
BalasHapusbiar suatu saat istri sampeyan ngelahirin deket Bro..
hemat ongkos becak wkwkwk
Hapusciee, ada plang bidan. :P *uhuk*
BalasHapusihik.. haruse judule ada apa dengan Bidan ya Ila :p
HapusSekitar rumahnya Uncle Lozz asri...
BalasHapusasik deh pagi2 diajak jalan2 kesana.. ^_^
semoga sekretariat pencinta alamnya terus bisa memberi kenyamanan buat siapa saja yg singgah yah Uncle..:-)
doakan juga gak digusur ama PJKA mbak
Hapusohyaaa... Vania sukaaa sama pekarangannya Uncle Lozz... walaupun sewa, biar saja...
BalasHapusVania pasti nggak bisa diam di tempat seperti itu, rasanya ingin lari2an... :-D
asyik.. jangan lupa ajakin Aira ya
Hapuswah-wah kayaknya kalau saya kesana langsung ketemu diaman rumahnya, yang pas berhenti di paving block ya? hehe. tapi asyik banget rumahnya ^^
BalasHapusya mas. itu tanda buat rumah saya
Hapusmatur nuwun udah mampir ya
Oh diperbolehkan ya memelihara walet disekitar rumah penduduk?
BalasHapusboleh tuh mbak.
HapusMasih byk juga yg hijau hijau ya mas di sekitarmu
BalasHapusYaaa dulu malah jauh lebih ijo royo-royo mbak Ely :(
Hapusrumahnya asriiiii.....
BalasHapuspasti banyak yang punya pohon mangga di kanan kiri tetangga ya??
ehhehee
Rumahnya asri banget, khas kampung yg damai dan tentram...
BalasHapuskeliatan jg nuansa jadulnya.
kapan2 ajak saja dolan ke sana kang :D
mau komen apa ya?
BalasHapushai para pesulap negeri simsalabim
tunjukkanlah kekuatan magicmu pada pemilik blog essip yang sedang kelimpungan tak dapat mengetahui plakat bidan
Loh wes onok pavinge toh Uncle, hmm..aku terlalu lama tak berkunjung kesana,,
BalasHapusSukses ngontese Uncle :)
Mata langsung tertuju ke Bidan Rela Windayanti. he
BalasHapustunggu aku di desamu yo sam,, hahahhaha mau jenguk bidan akuuu :P
BalasHapussuasananya kayak di desa saya mas
BalasHapusasri dan ayem
Salam hangat dari Surabaya
Lingkungan yang nyaman..
BalasHapusWaaah, ada sarang burung walet juga, bidan, paving yang setengah...hadeeeuh*komplit banget sekitar rumah unlce ya...
BalasHapusSenang rasanya melihat beberapa kota di Jatim yang kukunjungi banyak yang menggunakan paving block. Terlihat rapi. :)
BalasHapusRasanya di kotaku sudah jarang terlihat gardu. yang banyak bertaburan adalah stan ojek :D
Pas banget ada rumah bidan di samping rumahmu ;)
Tanah rumahku juga berdempetan dengan tanah PDAM Mas. Temboknya saja saya numpang di tembok milik PDAM. Kalau untuk paving sih beberapa taun lalu di pasang didepan rumah, dan hasilnya rumah jadi lebih rendah dibanding jalan. Ujung-ujungnya duit lagi buat naikin lantai rumah :D
BalasHapusWah, dekat rumahnya ada bidan, jadi kalau ntar istrinya mau melahirkan *suatu hari nanti ceritanya :p* jadi lebih mudah.. :D
BalasHapusDi kotaku juga ada kok rumah2 yang dibangun di "atas" bekas rel kereta api yang sudah tak terpakai. Katanya, mereka sewa tanahnya. Tapi rumah2 yang dibangun di atasnya permanen semua lo. Bagaimana jika sewaktu-waktu tanah itu diminta yang punya ya?
BalasHapusyg blm vapingan jd ancer2 hihi... sama noh kaya dpn rmhku, tetangga sebelah dpnnya dah aspal bagus dpn rmhku msh bolong2 ==
BalasHapusbu bidan udah seminggu di situ, tapi uncle lozz baru ngeh to...berarti radarnya kurang sensitif tuh uncle...hehe
BalasHapussuasana kampungnya asri banget mas, mirip suasana di kampung mbahnya zidane di gunungkidul, jogja.
Kalo mau maen ke rumah uncle postingan ini mesti diprint nih, biar ga nyasar hehe
BalasHapusrumah saya juga masuk di lahan PJKA bang, jadi orang tua masih harus bayar uang sama pihak mereka hehe :D
BalasHapusoiya salam kenal dari blogger Indramayu. dan kalo ada waktu boleh mampir ke http://ibnuadenia.blogspot.com/ :)
berbeda dengan disekitar rumah saya mas essip kalau rumah saya masih banyak persawahan dan jauh dari kota dan skrng saya dah jrng pulang ke rumah lagi malah asikkan di jogja bersama tman tman jadinya lebih enak dan kemanapun enak krena dekat dgn kota lagi
BalasHapuspasti lokasinya masih ademnya ya Kang. Masih banyak tumbuhan hijau. Hm........ menyejukan hati.
BalasHapusSukses selalu
Salam Wisata
lokasi rumah saya di bogor, tapi sudah tidak adem lagi alias sudah panas seperti di jakarta.
BalasHapus