Kitalah Penulis Sejarahnya

Sejarah, topik ini seringkali menjadi pemicu engkel-engkelan antara saya dan majikan. Tidak, engkel-engkelen kami tidaklah seperti yang biasa terlihat di televisi. Tak ada aksi gebrak meja layaknya anggota dewan. Atau,diskusi sambil berbasah-basah ria ala Munarman. Diskusi yang hangat nan santai. Sebab diantara kami hanya ingin mengenal jauh masing-masing jeroan negaranya. Saya ingin lebih mengenal sejarah serta budaya negeri bernama Misr alias Mesir. Sebaliknya sebagai warga asing, sang majikan juga ingin mengenal jauh Indonesia dengan segala pernak perniknya.

Seperti yang pernah saya tulis di artikel berjudul "Majikan Vs Bawahan = Piramid Vs Tempe", engkel-engkelan itu memang kerapkali terjadi. Darah Arab yang tak mau kalah omong bertemu dengan Ras Jawa bergenus ngeyel, membuat suasana diskusi hangat berubah menjadi ajang debat. Maklum, ego nasionalisme masing-masing tak mau untuk dikalahkan. Masing-masing diantara kami tentu saja lebih mengunggulkan negerinya sendiri-sendiri.

Sekat antara bawahan dan majikan seringkali saya lupakan. Intinya saya tak ingin Indonesia dikalahkan. Saat majikan bicara soal Piramida, saya pun bercerita tentang Borobudur dan keindahannya. Ketika majikan begitu bangga dengan sebuah tarian perang dengan senjata rotan, saya pun tak mau ketinggalan. Mengatakan jika di Indonesia ada sebuah kesenian yang jauh lebih lelaki di banding tari perangnya, yaitu adu pecut rotan atau biasa disebut ujung.

Batik, Krakatau, Komodo, hingga kuburan Trunyan, itulah yang biasanya sering saya jejalkan dalam otak majikan hahaha. Meski tak bisa saya pungkiri jika Mesir memang jauh lebih banyak tercatat dalam tinta sejarah dunia. Terusan Suez, Piramida sampai riwayat agama samawi banyak muncul dari sana. Tapi menurut saya jika bukan kita lantas siapa lagi yang akan membanggakan kekayaan Indonesia?.

Di penghujung bulan kemarin ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Ya, hari itu menurut buku sejarah SD yang saya baca adalah hari yang begitu kelam bagi rakyat Indonesia. Yang ketika saya kecil dulu pemerintah suka mentraktir rakyatnya dengan sebuah tontonan film berjudul G30S PKI. Iseng-iseng saya pun mencoba menelusuri kembali cerita tentang PKI. Lewat forum-forum ataupun artikel dengan harapan mendapat semacam kesimpulan tentang kejadian sebenarnya. Sekedar melakukan semacam kroscek dengan pelajaran sejarah SD saya dan kata embah-embah saya dulu.

Sayang, bukan kesimpulan yang malah saya dapatkan, tapi justru sebuah kebingungan. Sama bingung seperti kurikulum pelajaran sejarah kita. Di satu sisi ada pihak yang mengatakan jika gerakan PKI itu benar adanya. Di sisi lain ada pula yang kekeh berkata jika G30S PKI itu produk orde baru. Masing-masing pihak ngotot dan ngeyel dengan pendapatnya. Engkel-engkelan layaknya adu otot leher antara majikan dan saya. Membuat saya bertanya dalam hati, "emang saat PKI ente semua sudah lahir ke dunia?".

Dulur blogger, di jaman reformasi sekarang ini banyak sekali berbagai  versi mengenai sejarah kita. Semuanya ditulis kadang bukan karena sebuah fakta, tapi kadang sarat aroma kepentingan semata. Sungguh sayang rasanya jika kita masih saja disibukkan engkel-engkelan dalam hal sejarah yang kita sendiri tak pernah menjadi saksi mata. Bisa jadi justru kita akan menjadi korban para penulis sejarah palsu di masa lalu.

Jasmerah, jangan sampai melupakan sejarah memang benar adanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang belajar dari sejarahnya. Tapi, jika kita terus saja berkutat dengan masa lalu, lantas bagaimana bangsa kita bisa maju?. Padahal kita sama sekali tidak benar-benar tahu kebenaran sejati dari sejarah itu sendiri. Bisa jadi itu benar, bisa pula cuma mencari pembenaran. Jangan lupa masih ada jasmerah lain yang patut kita perhatikan. Yah Jasmerah, jangan sampai melupakan arah. Jangan sampai lupa bahwa negeri kita tak sedang berjalan mundur, tapi terus melangkah ke depan. Indonesia terus berproses untuk membuat sejarah-sejarah barunya. Dan kitalah para penulis sejarah itu.

Lantas, apakah saya percaya dengan peristiwa G30S PKI? Ya, saya seorang yang anti PKI. Alasannya sederhana saja, saya lebih percaya kata embah ketimbang sejarah, itu saja.  

Stop engkel-engkelan !



Komentar

  1. Mas, engkel-engkelan dengan bos, ntar gaji susah lho naiknya hahaha..
    Tapi iya setuju banget kalau bukan kita siapa lagi yang akan membela nama baik negara..Dan sejarah Indonesia yang baik itu akan terwujud jika tiap rakyatnya memulai dari diri sendiri. Salut padamu, Mas..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe semuanya dilakukan santai kok Uni.. Mungkin karena aksen juragan yang terbiasa kencang saat berbicara dan juga karena sifat ngeyel saya, membuat seakan obrolan kita seperti orang debat membabibuta hehe

      Hapus
  2. uncle., pinjam pena-nya., saya mau ikutan menulis sejarah..
    :)

    jasmerah ya uncle..

    konon katanya sejarah ditulis oleh pemenang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Juga Jasbiru mas.. Jangan Sampai bikin rusuh hahaha

      Hapus
  3. Coba aja sejarahnya dicatat per sanat misal dari sam lozz dari bapaknya dari kakeknya dari ini dari itu bahwa.. hehe nantikan kuat | jasmerah jangan melupakan araaaah, wenaaak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia mas.. Haruse para ahli sejarah itu belajar dari sanad hadis yo hehehe

      Hapus
  4. Mas ati2 tulisan engkel engkelannya terkenang si bos, bisa ga gajian bln ni hehehe....
    Dr kecil aku suka bgt bca buku sejarah syang sjrah Indonesia msh rada membingungkan, tp ttp cinta lah ma Indonesia :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha enggak kok mbak.. soale engkel-engkelannya sambil nyruput kopi

      Hapus
  5. Hanya ada satu momen yang membuat jas warna merah berubah, yaitu pada saat kita akan melakukan akad nikah. He,,,, he,,, he,,,, buktinya tidak perlu engkel-engkelan, dan acara tetap bisa beralngsung.

    Salam wisata

    BalasHapus
  6. betul kisana, mending nyari alasan lain, koyoto bagaimanakah kelanjutan serial haji muhidin, bagaimana menjaga kelestarian lingkungan hidup seperti gumuk, bagimana membuat sumber daya baru penggani listrik kek..

    Gontok-Gontokan hanya membuat kisana jadi lelaki yang tidak sabarapa tampan..

    BalasHapus
  7. Jangan ajak engkel-engkelan dengan data dari embahmu saja to ya.....
    Kalo punya kesempatan menulis sejarah, kamu mau menulis tentang apa, uncle?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau menulis jika saya tak seberapa tampan.. Insya Allah tak akan membuat generasi mendatang engkel-engkelan :p

      Hapus
  8. engkel engkelan gapapa asal jangan terus do jengkelan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Opo maneh ampe gampar-gamparan yo Kang

      Hapus
    2. Hahaha kalo itu sih bawaan sebagian warga Indonesia Raya, om..
      Kalo liat yang berbeda malah dipake alasan buat berantem
      Bukannya dianggap mewarnai dunia agar lebih indah..

      Hapus
  9. Satu yang saya yakini, bahwa politik itu licik, penuh taktik, tak mau kalah sam, dan PKI ada di dalam konspirasi politik orde lama, saat orde itu berganti, saat itu pula PKI dan segala rentetan dan pernak pernik orde lama tumbang, mulailah 'sejarah' baru tercatatkan, sejarah yang ya, berpihak pada mereka yang berkuasa, pada mereka yang menang. Memang lebih baik menimba sejarah dari embah, ya mereka adalah saksi mata, hitam putihnya sejarah bangsa kita, tinggal bagaimana kita memaknainya saja.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di blogsphere ada politik juga enggak ya?

      Hapus
    2. maka dari itu aku jarangnulis politik (

      Hapus
  10. sama,saya juga suka denger embah2 bercerita,banyak sejarah yang terukir... ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang dulu belum ada blog ya bu guru.. andai ada enak kan, artikel yang ditulis embah2 kita bisa jadi pembanding artikel-artikel abal2 soal sejarah

      Hapus
  11. mbahku dulu juga sering crita2 ttg sejarah itu, uncle. apalagi si mbah ceritanya meyakinkan banget..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Embah gak bakalan boong mbak.. soale mbah enggak punya kepentingan politis

      Hapus
  12. Lebih percaya sama sejarah oral dari pada yg tertulis, begitu ya kang?

    BalasHapus
  13. iya, iya, stop engkel-engkelan. Tiap individu pastinya punya dasar sendiri-sendiri dengan teorinya, bukan? kalau dibilang PKI dulu akal-akalan orde baru, nyatanya cerita dari bapak saya berbeda. ah... yang penting mari kita urus indonesia supaya lebih maju :)

    BalasHapus
  14. Kita memiliki sejarah yang panjang, dengan sejarawan yang genit :)

    BalasHapus
  15. tonggoku ndik Kampung banyak yang terkena imbas peristiwa itu Kang. Padahal mereka adalah buta huruf yang tidak mengerti persoalan politik. Mosok rajin ndik mesjid dan menjalankan ketaatan lainnya, lalu masuk ke daftar PKI. Imbasnya pada anak keturunan selama bertahun-tahun harus memiliki KTP dengan ada tambahan tulisan OT dipojok kanan atas (Organisasi terlarang) yan sampai tahun 90 an menjadi penghalang para pemuda untuk melamar menjadi PN.
    Rakyat kecil kena gebyah uyah, ora ngerti ning uyahnya membuat korosi perasaan pada anak keturunan

    BalasHapus
  16. Emange Simbah ngendikan pripun, Kang? Koq dadi penasaran aq.

    BalasHapus
  17. Kita juga bagian dari pelaku sejarah entah tokoh, figuran ataupun pengombyong tak bernama... entah apa yang akan dituliskan generasi sesudah kita saat berkisah kondisi sekarang.
    Engkel-engkelan juga bagian dari senam otak koq.
    salam

    BalasHapus
  18. betul gan, kurikulum sekolah tentang sejarah katanya banyak dimanipulasi juga, seperti Indonesia dijajah 3 abad apa benar? malah jadi bingung :D

    BalasHapus
  19. Dan sejarah mencatat, Uncle Lozz pernah ke rumah saya :D

    BalasHapus
  20. Uncle engkel engkelan sama saja dengan eyel-eyelan kah?

    *Faiz lagi suka ngambek sekarang...hiks, aku paling enggak suka pelajaran sejarah, tapi kalau suruh baca boigrafi serajahwan atau ngobrol dengan sejarahwan aku suka.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel dengan cara seksama dan tidak dalam tempo sesingkat-singkatnya