Enggak Mesti Di Sekolahan
Sebelumnya saya ucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional buat anda semua, para tenaga pengajar, siswa atau siapapun anda yang mempunyai kepedulian dengan dunia pendidikan di negeri ini.
Nah sekarang saya akan sedikit berbagi sebuah kenangan saat saya di bangku sekolah. Jaman tatkala televisi masih menjadi barang yang langka dalam masyarakat kita. Saat dimana saya seringkali numpang menonton siaran televisi di rumah tetangga depan bareng tetangga-tetangga lain yang belum mempunyai televisi di rumahnya.
Dulu yang namanya stasiun televisi tentunya tidak sebanyak sekarang. Hanya TVRI satu-satunya stasiun yang bisa diakses. Dunia Berita, Kelompencapir, Cerdas Cermat, Siaran Pedesaan sampai Laporan Khusus Sidang Kabinet, mungkin itulah beberapa acara yang mau tidak mau harus kami lihat di sela-sela menunggu acara hiburan macam Aneka Ria Safari, Kameria Ria, Film Cerita Akhir Pekan dan acara hiburan lainnya.
Menarik karena selain bisa nonton televisi bareng tetangga kanan kiri, sayapun secara tidak langsung bisa belajar dari acara-acara TVRI yang mungkin di jaman sekarang dianggap sebagai acara yang kurang menarik. Kala itu sayapun bisa paham sesuatu saat mengamati obrolan atau debat polos para tetangga saat mereka menemukan sesuatu yang baru dari acara televisi yang mereka tonton.
Oh ya ding, Saya kan mau cerita tentang masa sekolah dulu ya?. Lah kok malah mblarah cerita tentang nonggo di waktu kecil sih hehe. Oke wis sekarang saya akan cerita saat dimana Lozz Akbar masih menjadi seorang anak kecil yang kinyis-kinyis hehe.
Dulu saya bersekolah di sebuah SD yang katanya orang-orang di daerah saya di anggap sebagai SD pinggiran. Meski pinggiran saya merasa senang dan bangga pernah bersekolah di SD tersebut. Disinilah saya pernah mengukir sebuah prestasi. Sebuah memori yang mungkin tidak akan pernah saya alami lagi sampai kapanpun.
Di SD pinggiran ini, Alhamdulillah saya selalu menjadi siswa paling pinter di antara siswa yang enggak pinter hehe. Karena status juara kelas abadi itulah akhirnya saya mendapat jatah untuk mewakili SD tersebut mengikuti lomba tahunan cerdas cermat antar SD se-kecamatan. Tanpa target dan hanya sekedar berpartisipasi. Mungkin itulah yang jadi pikiran guru-guru saya, karena jelas mereka sadar jika mutu SD kami tentunya kalah bonafid dengan SD lainnya.
Tanpa diduga ternyata saya menjadi juara dua dalam lomba antar kecamatan tersebut, sekaligus berhak menjadi salah satu wakil dalam lomba mata pelajaran antar SD se-kabupaten. Kebetulan dalam lomba tersebut saya mendapat jatah mengikuti lomba mata pelajaran PMP, IPS dan PSPB.
Alhamdulillah saya lolos melaju ke semifinal meski berada di urutan ke dua dari bawah di antara 9 semifinalis lainnya saat itu. Dan tanpa diduga pula saya bisa mencapai babak grand final mengungguli siswa dari salah satu SD bonafid di kota.
Di babak final itulah akhirnya saya sadar jika pengalaman nonggo nonton televisi di rumah tetangga banyak sekali membantu saya dalam kejuaraan tersebut. Saya merasa mudah menjawab semua pertanyaan dari juri. Bukan karena otak saya encer, tapi saya merasa soal-soal tersebut rasanya pernah saya dapatkan saat menonton acara TVRI. Ya berbagai soal pengetahuan yang sering saya dapatkan ketika mengamati para tetangga saling ngobrol tentang apa yang mereka lihat saat nonton televisi bareng.
Namun sayang saya hanya menjadi juara ke dua dalam lomba tersebut. Beda tipis satu angka dengan juara pertama. Sebuah kekalahan yang sempat menjadi perdebatan antara guru pembimbing saya dan juri kala itu. Ya saya kalah gara-gara tidak bisa membedakan antara "Panglima Sudirman" dan "Jenderal Sudirman".
Saya bersyukur karena setidaknya saat itulah saya bisa memberikan sebuah prestasi bagi kecamatan saya. Saya bangga karena mungkin sayalah satu-satunya siswa di SD saya yang bisa menorehkan sejarah prestasi. Sebuah SD pinggiran yang sekarang telah tiada, tapi mempunyai sejarah telah menyelamatkan muka SD-SD bonafid di kecamatan saya pada ajang lomba tahunan kabupaten.
Dulur blogger, dari pengalaman saya tersebut mungkin bisa kita ambil hikmah jika pada dasarnya lingkungan kita juga sangat berperan memberikan kita pelajaran. Sekali lagi bukan karena otak saya encer, tapi karena kebiasaan nonggo di rumah tetangga itulah yang menjadikan saya bisa meraih juara dua di lomba tersebut. Lewat acara TVRI yang saya lihat. Lewat debat polos dari tetangga yang saya dengar saat mereka nonton TV. Kebiasaan itulah yang membuat saya begitu mudah menjawab soal-soal lomba dibandingkan peserta lain yang mungkin saja telah mempersiapkan lombanya dengan bertumpuk buku dan guru-guru les mereka.
Enggak ada batasan waktu bagi kita jika ingin belajar. Enggak harus ada papan tulis dan guru berseragam di depan jika kita ingin belajar sesuatu. Tapi apapun yang kita temui dalam kehidupan ini, mungkin bisa pula kita jadikan sebagai sarana untuk mengambil sebuah pelajaran.
Nah sekarang saya akan sedikit berbagi sebuah kenangan saat saya di bangku sekolah. Jaman tatkala televisi masih menjadi barang yang langka dalam masyarakat kita. Saat dimana saya seringkali numpang menonton siaran televisi di rumah tetangga depan bareng tetangga-tetangga lain yang belum mempunyai televisi di rumahnya.
Dulu yang namanya stasiun televisi tentunya tidak sebanyak sekarang. Hanya TVRI satu-satunya stasiun yang bisa diakses. Dunia Berita, Kelompencapir, Cerdas Cermat, Siaran Pedesaan sampai Laporan Khusus Sidang Kabinet, mungkin itulah beberapa acara yang mau tidak mau harus kami lihat di sela-sela menunggu acara hiburan macam Aneka Ria Safari, Kameria Ria, Film Cerita Akhir Pekan dan acara hiburan lainnya.
Menarik karena selain bisa nonton televisi bareng tetangga kanan kiri, sayapun secara tidak langsung bisa belajar dari acara-acara TVRI yang mungkin di jaman sekarang dianggap sebagai acara yang kurang menarik. Kala itu sayapun bisa paham sesuatu saat mengamati obrolan atau debat polos para tetangga saat mereka menemukan sesuatu yang baru dari acara televisi yang mereka tonton.
Oh ya ding, Saya kan mau cerita tentang masa sekolah dulu ya?. Lah kok malah mblarah cerita tentang nonggo di waktu kecil sih hehe. Oke wis sekarang saya akan cerita saat dimana Lozz Akbar masih menjadi seorang anak kecil yang kinyis-kinyis hehe.
Dulu saya bersekolah di sebuah SD yang katanya orang-orang di daerah saya di anggap sebagai SD pinggiran. Meski pinggiran saya merasa senang dan bangga pernah bersekolah di SD tersebut. Disinilah saya pernah mengukir sebuah prestasi. Sebuah memori yang mungkin tidak akan pernah saya alami lagi sampai kapanpun.
Di SD pinggiran ini, Alhamdulillah saya selalu menjadi siswa paling pinter di antara siswa yang enggak pinter hehe. Karena status juara kelas abadi itulah akhirnya saya mendapat jatah untuk mewakili SD tersebut mengikuti lomba tahunan cerdas cermat antar SD se-kecamatan. Tanpa target dan hanya sekedar berpartisipasi. Mungkin itulah yang jadi pikiran guru-guru saya, karena jelas mereka sadar jika mutu SD kami tentunya kalah bonafid dengan SD lainnya.
Tanpa diduga ternyata saya menjadi juara dua dalam lomba antar kecamatan tersebut, sekaligus berhak menjadi salah satu wakil dalam lomba mata pelajaran antar SD se-kabupaten. Kebetulan dalam lomba tersebut saya mendapat jatah mengikuti lomba mata pelajaran PMP, IPS dan PSPB.
Alhamdulillah saya lolos melaju ke semifinal meski berada di urutan ke dua dari bawah di antara 9 semifinalis lainnya saat itu. Dan tanpa diduga pula saya bisa mencapai babak grand final mengungguli siswa dari salah satu SD bonafid di kota.
Di babak final itulah akhirnya saya sadar jika pengalaman nonggo nonton televisi di rumah tetangga banyak sekali membantu saya dalam kejuaraan tersebut. Saya merasa mudah menjawab semua pertanyaan dari juri. Bukan karena otak saya encer, tapi saya merasa soal-soal tersebut rasanya pernah saya dapatkan saat menonton acara TVRI. Ya berbagai soal pengetahuan yang sering saya dapatkan ketika mengamati para tetangga saling ngobrol tentang apa yang mereka lihat saat nonton televisi bareng.
Namun sayang saya hanya menjadi juara ke dua dalam lomba tersebut. Beda tipis satu angka dengan juara pertama. Sebuah kekalahan yang sempat menjadi perdebatan antara guru pembimbing saya dan juri kala itu. Ya saya kalah gara-gara tidak bisa membedakan antara "Panglima Sudirman" dan "Jenderal Sudirman".
Saya bersyukur karena setidaknya saat itulah saya bisa memberikan sebuah prestasi bagi kecamatan saya. Saya bangga karena mungkin sayalah satu-satunya siswa di SD saya yang bisa menorehkan sejarah prestasi. Sebuah SD pinggiran yang sekarang telah tiada, tapi mempunyai sejarah telah menyelamatkan muka SD-SD bonafid di kecamatan saya pada ajang lomba tahunan kabupaten.
Dulur blogger, dari pengalaman saya tersebut mungkin bisa kita ambil hikmah jika pada dasarnya lingkungan kita juga sangat berperan memberikan kita pelajaran. Sekali lagi bukan karena otak saya encer, tapi karena kebiasaan nonggo di rumah tetangga itulah yang menjadikan saya bisa meraih juara dua di lomba tersebut. Lewat acara TVRI yang saya lihat. Lewat debat polos dari tetangga yang saya dengar saat mereka nonton TV. Kebiasaan itulah yang membuat saya begitu mudah menjawab soal-soal lomba dibandingkan peserta lain yang mungkin saja telah mempersiapkan lombanya dengan bertumpuk buku dan guru-guru les mereka.
Enggak ada batasan waktu bagi kita jika ingin belajar. Enggak harus ada papan tulis dan guru berseragam di depan jika kita ingin belajar sesuatu. Tapi apapun yang kita temui dalam kehidupan ini, mungkin bisa pula kita jadikan sebagai sarana untuk mengambil sebuah pelajaran.
belajar sampai masuk liang lahat ya :)
BalasHapusGolek Ilmu gak perlu tempat yang bonafit seng penting kemauan untuk belajar pasti pinter....Selamat Hari Pendidikan Nasional MERDEKA !!!
BalasHapuswah kalau belajarnya masih pake topi merah dah ketuaan gan hahahahaha
BalasHapusnumpang sekolahan disini ya
BalasHapusBelajar bisa dari mana saja ya, Mas... Syukur juga, apa yang ditonton di tempat tetangga ada yang nyantol di kepala :D
BalasHapusLah, kalo yang ditonton sekarang sih kebanyakan film kartun. Sepertinya gak bakalan keluar di lomba cerdas cermat deh... :)
Wahhh wahh SDnya kemana kang lozz kog telah tiada?
BalasHapusNique@
BalasHapuswah jangan onong liang lahat malam-malam donk Mbak.. aku takut pulang nih hehehe
Sofyan@
Merdeka Kang... musnahkan imperialisme dari bumi pertiwi wkwkwk
Warsito@
hahaha boleh dicoba tuh.. unik kayaknya
Jumialely@
BalasHapusjadi malu ada bu guru di sini hehehe
Kakaakin@
ya bikin aja lomba cerdas cermat mata pelajaran kartun hahahaha
Riez@
udah bubar SDnya Kang, karena sepi peminat
Saya sangat setuju dengan Bung Lozz Akbar. Menuntut ilmu itu tidak hanya di sekolah. Di luar sekolahpun kita bisa mendapatkan ilmu dan bahkan kalo menurut saya ilmu yg kita dapatkan di luar sekolah jauh lebih banyak dibanding di sekolah. Suatu contoh: Adakah pelajaran membuat layang-layang di sekolah? Ilmu itu pasti Anda dapatkan dari teman main Anda, bukan dari guru di sekolah.
BalasHapusDi lembaga sekolah, ilmu itu dibelenggu oleh waktu, kurikulum dan target yang harus dicapai sehingga siswa tidak bebas mengekspresikan dirinya dalam menuntut ilmu. Belum lagi ilmu sejarah yang kadang diputarbalikkan faktanya oleh penguasa.
Belajar itu nggak harus di sekolahan, banyak orang yang belajar dirumah tapi malah pinter, dan begitu pula sebaliknya.
BalasHapusSekolahan terbesar adalah lingkungan dan lingkup yang lebih kecil adalah keluarga... pokoke ayo 'sekolah'... :18
mas essip dasi saya ketinggalan, katanya ndak boleh ikut upacara kalo ga pake,
BalasHapustali sepatu saya tadi dimana ya mas essip, gimana mau sekolah kalo sepatunya ndak pake tali.. hihihihihih
BalasHapusmaap sekali lagiiiii, keyboard saya ketinggalan, nanti ga bisa chating, eh ngeblog :D
BalasHapusmatur nuwun sudah jagain semua harta sekolahan saya yang ketinggalan
Semoga ga ada yang ketinggalan lagi dah
Kang, seragamku durung di setriko, jadinya mbolos ae wes, hehehe...
BalasHapusMenuntut ilmu bisa dimana saja Kang. Selama kita berpikir bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah bagi kita, alangkah indahnya hidup ini,,
Betul itu...belajar dari alam ini misalnya. Ini alam beneran loh mas essip,bukan alam mbah dukun.hehehe
BalasHapusBagaimana alam bisa membentuk pribadi-pribadi tangguh (amak-anak rimba misalnya), pribadi santun,dsb,dll..
Semangat belajar^_^
Betul , lozz, jaman TVRI itu banyak juga bantu aku memahami kebudayaan dan kesenian tradisional.
BalasHapusSilahturahmi itu membuka pintu rejeki & membuka pengalaman & wawasan baru,,,, sepurane kang gorong iso nang warnete ente awakku nggeregesi Sam.....:)
BalasHapuskapan kate di musnahkan kau tak ngasah aret disek...wkwkwkwkwkw
BalasHapuswalaupun sudah menjadi ibu, belajar masih terus berlanjut kok
BalasHapuslong life education, whenever, wherever....
BalasHapuswahh acara di TVRI kelompencapir, cerdas cermat, aneka ria safari...hmm skrang aku bisa nebak umurnya kang lozz akbar brp hahahaha........
BalasHapusudah kelihatan koq kalo kang Lozz ini pinter...dari blog ini aja aku udah bisa nilai je.......
pastinya itu salah satu kenangan yg tak terlupakan
Mas Lozz, sekarang msh ada ga ya pelajaran PSPB ituh??
BalasHapussetuju Kang
BalasHapusgak ada batasan waktu untuk tetap belajar
sampek tuwek harus terus belajar
uthlubul 'ilmi minal mahdi ilal lahdi..
sedj
Kalo bukan karena otak encer, pasti nggak mudah juga utk cerna apa yg ditelevisi,ya kan Lozz? You're just being modest, hehehe...
BalasHapusAcara TV jaman dulu emang bermanfaat yah, beda 180 derajat sama skrg... skrg acara TV 24 jam Bimbingan Ortu :-(
ya bahkan sampai kita tua pun kita tetap sekolah (belajar) :D
BalasHapusLuacis@
BalasHapusmakasih kunjungannya Mas... wah blognya banyak banget ya Mas, ampe bingung saya harus mampir kemana dulu hehe
Sukadi@
aku mau sekolah ke Kang Sukadi aja ah...
Jumialely@
karet rambutnya ketinggalan nih Mbak.. enggak bisa kepang dua lagi loh hahaha
Masbro@
Tamasya, Swapenka, Wachana iku sekolahan pisan loh Kang..
bolos nang endi enak'e saiki.. Pasar Tanjung tah? hiyahahaha
Putri Baiti Hamzah@
BalasHapuslah kalau alam sudah jadi sekolahan Mbak Putri, kadang malah saya jadikan kos-kosan hehe
Monda@
wah kenapa saya ingetin Bu Monda pas jaman jadul dulu ya hehe
Arief Bayoe Sapoetra@
ora usah keluyuran Sam.. harus jadi suami Siaga saiki
Sofyan@
kapa ngopi maneh nang omah Kang
Aina@
artine opo kuwi??
Nia@
BalasHapushayo umur berapa.. 45 atau 17 tahun? hehe
Orin@
keliatannya enggak ada Mbak.. ganti Sejarah
Sedjatee@
wah mantep pisan basa Arobnya sampean Kang..
Lyliana Setianingsih@
bener tuh Mbak, karena kebiasaan nonggo loh
Julie@
aku mbok diajari cara bikin puisi donk Mbak Jul
Bang Lozz...
BalasHapusAcara TV jaman dulu kalo dipikir pikir seru juga yaaa...jaman jaman dimana tak ada sinetron stripping...hihihi...
Maapkanlah karena waktu itu aku yang jadi juara 1 nya ya Bang....kuharap tak ada dendam di antara kitah..hihihi...
itu bukan hanya karena "nonton nenonggo" Akbar,,
BalasHapustapi memang kepalanya bisa menyerap apa yang disampaikan, alias memang cerdas :)
# o iya,, kalo dulu dikampung saya, TV rame-rame buat nonton bola juga, jadi dari dulu sekali saya sudah terbiasa dengan nobar :)
tak ada kata terlambat,sampai di liang kubur tetap belajar
BalasHapusndelok jadwal dise' Cak....hehehehe "like artis" :16
BalasHapusMo bilang Selamat dulu dah juara 2 se kecamatan..hahha :18
BalasHapusAcara2 TV nya,sama ya waktu aku kecil,jangan2 kita seumuran bo..Seneng banget ya acara ntu,TV nya hitam putih pula halaah..jadul banget..!! :16
Jangan suka merendah ahh,semua anak tuh pintar,encer semua,cuma hanya faktor malas saja tuh..
Trus Mas Lozz kayanya tipe anak yang memorinya kuat,hasil nonton nonggo masih hafal..hehe..
Sekarang masih nonggo ga
memang belajar bisa di mana saja ya, tapi sayang biaya sekolah masih mahal
BalasHapusayi sekolah... sekolah mbuat puisi, kok ga minta ajarin saya tho....???
BalasHapussampean ga yakin saya ini Guru, guru lenong :P
tombol "LIKE" nya dimana Mas? mau tau pencet sekarang juga :)
BalasHapuskalo jaman sekarang kek nya susah dapet ilmu di TV, kecuali kalo soal cerdas cermatnya kek gini :
"Siapakah pemeran utama dari sinetron Putri yang Ditukar Tambah?"
atau
"Berapakah usia Justin Mbleber?"
hehehehe!
salut....anggota laskar pelangi asal jember mas lozz ini
BalasHapusBibi Titi Teliti@
BalasHapusiyo tah Mbak.. padahal juaranya anak cowok loh hahaha
Ysalma@
tuh kan di Kampung Mbak.. kalau di kota mah udah jarang budaya nonggo
Situs Dofollow@
betul.. terus semngaaaat untuk belajar
Sofyan@
wkwkwkwk kok seperti tukang gendang Monata sih awakmu, pake liat jadwal :22
Nchie@
BalasHapusboleh kalau nonggonya di rumah Mbak Nchie.. pasti wareg perut saya
Joe@
loh katanya sekarang sekolah gratis brade Joe??
Jumialely@
kalau bu gurunya sampean... Mauuuuuuu:21
Bhiberceloteh@
emang dinding FB pake LIKE nih Bhi hehehe
usulin aja ke Diknas.. cerdas cermat ala infotainment hehehe
Desri@
ah enggak ampe segitu deh melasnya mbak
long life education, uthlubul ilma minal mahdi ilallahdi... hehehehe
BalasHapuskan ancene iyo tapi mantan hehehe :14
BalasHapussetuju sangat ,Akbar
BalasHapusdan alhamdulillah, bunda bisa dpt belajar banyak dr blognya Akbar :)
salam
artikel cerdas arahan blogger cerdas...:16
BalasHapusmantab sangat artikelnya...
BalasHapusmencari ilmu dimana mana yg penting niatnya, juga didunia maya jg banyak yg belajar hehehe seperti diriku slalu membaca dan tak bosannya kesini .....
semua itu tergantung orangnya, mau sekolah ditempat elit dan banyak duitpun ga akan jadi apa2 kalo orangnya ga serius, sebaliknya, banyak orang yang sukses karena keterbatasan, sekolah di SD pinggiran bahkan dipedalaman, selamat hari pendidikan.... jadi pengen terus belajar.... dan belajar ga harus di sekolahan ya mas Lozz...
BalasHapusYang nomer satu itu saya kan, mas? :D
BalasHapusSayangnya TV sekarang lebih banyak sinetron, ataupun kalo menayangkan berita selalu berkesan memihak :(
mas akbar waktu kecil dulu kinyis2 yah?
BalasHapussebenernya mas akbar itu cewek apa perempuan sih? hahaha
belajar ya harus itu, hehehe''
BalasHapussalam kenal
kunjung balik ya
Kira@
BalasHapusayo sinau.... hehehe
Sofyan@
mantan opo? hayoo....:20
Bundadontworry@
ah Bunda sukanya bikin muka saya merona-rona :13
Bdangkal@
Mas Ade ini juga ikut-ikutan Bunda Lily
Anisayu@
seneng juga deh kalau Mbak Anisayu betah main kemari
Nadia Meutuah@
BalasHapusayo belajar bareng Mbak Nad.. BTW sekali-kali saya diajak donk kalau nonton konser hehe
Chocovanilla@
eh ada Bu njuri disini hehe..
Melly@
saya separuh cewek separuh cowok Mbak Mel uhui..
Sumarno wec@
salam kenal balik Mas, keliatannya kita dah kenal di FB?
betul sam....
BalasHapussemua hal yang secara langsung/tdk langsung memberi ilmu kepada kita sudah bisa disebut guru....
jadi, aku panggil smpeyan, pak guru Lozz Akbar
:16
essip tenan oom...
BalasHapussangat setuju sob, belajar itu enggak mesti harus bersekolah dan di ajarkan oleh guru, dari lingkungan sekitar kita banyak manfaat yg bisa kita dapat untuk pembelajaran, thanks..
BalasHapusbtw ane baru tahu dulu cuma tvri doang siarannya...
thanks.. :)
Sobat, blogku yang dulu terhapus jadi mampir yah di blog baruku http://langitsahabat.blogspot.com
BalasHapuspendidikan seumur hiduphttp://i661.photobucket.com/albums/uu338/lozz79/15.gif
BalasHapussayA JUGA masih belajar kok..
BalasHapusbelajar dab terus belajar.. hihih jadi inget waktu sd.. aku waktu sd mas pernah ikut lomba gambar aku juara 3 .. tapi sayangnya nich pesertanya cuma 3 orang hihihi sama aja dong aku yan terakhir hehe ( weleh malah curhat) cabut dulu ah bro.....:)
BalasHapusWah...pasti daya ingatnya top abiss tuh...itukan mata pelajaran hafalan semua! Betul, memang tak hanya dari sekolah kita bisa mendapat ilmu, bahkansekarang lebih terbuka lagi dengan adanya inet ya... tapi..tetep harus seleksi kan, jadi itu perlunya pendampingan org dewasa pada anak2 yg menonton tv / inet.. :)
BalasHapus