Masih Ada Langit


Kali ini saya akan berbagi sebuah cerita ketika melakukan sebuah pendakian. Saat satpam dunia maya masih kuat-kuatnya menenteng ransel gunung di bahunya. Sebuah catatan perjalanan dari gunung Merapi-Merbabu.

Sehabis Maghrib kami pun mulai melakukan perjalanan menuju puncak Merapi. Namun sayang belum lama rasanya melangkah, tiba-tiba perjalanan kami mendadak terhenti. Semua bermula ketika penyakit lama saya kambuh. Sebuah kebiasaan klasik yang biasanya terjadi akibat kondisi tubuh saya yang mungkin memerlukan adaptasi dengan medan perjalanan. Akhirnya dengan terpaksa perjalanan kami hentikan sementara, hingga menanti kondisi tubuh saya kembali normal.

Istirahat sejenak saat perjalanan, rasanya begitu sangat berharga. Begitu juga halnya saat itu. Tenaga terasa pulih seperti sediakala setelah beberapa jam lamanya saya memejamkan mata. Meski sempat dihampiri sebuah mimpi berbau mistik. Perjalanan harus kami lanjutkan, yaitu menuju puncak Merapi.

Alhamdulillah, setelah beberapa lama kami berjibaku di antara batu-batu gunung yang menuju puncak. Puncak Garuda akhirnya bisa kami belai mesra dengan jemari. Setelah dirasa puas nangkring di atap Jogjakarta, kami pun kembali turun untuk melanjutkan perjalanan kami berikutnya yaitu Merbabu.

Saat melakukan perjalanan turun, kami berpapasan dengan seorang bapak berumur kira-kira 50 tahunan. Seperti layaknya kebanyakan penduduk desa yang ramah, bapak itu pun menyapa kami dengan begitu bersahabat.

"Dari puncak dik?", sapa bapak tersebut hangat.
"Iya pak, nih mau turun terus ke Merbabu", sahut salah satu di antara kami.
"Bapak mau naik?", tanya saya pula sembari menawarkan rokok pada bapak itu.
"Iya dik, kangen nih sudah lama enggak jalan-jalan ke puncak", sahut bapak itu enteng.

Wuih. Jalan-jalan?. begitu pikir saya saat itu. Semalam saja Merapi sudah membuat saya babak belur. Eh si bapak malah menganggap semuanya hanya sebatas jalan-jalan. Lebih hebat lagi setelah saya amati, ternyata bekal bapak tersebut hanyalah sebotol ukuran kecil air mineral. Jauh beda dengan perbekalan kami yang seolah seluruh isi kulkas ingin kami angkut semua selama perjalanan hehe.

Esoknya perjalanan kami lanjutkan menuju Merbabu. Beberapa teman beralasan jika mereka sudah mulai drop mental melihat Merbabu yang masih kokoh berdiri menanti. Hingga akhirnya disepakati cuma saya, seorang teman dari Jember dan seorang pemandu dari Mapala Psikopala UNS yang meneruskan misi kami. Lainnya menanti di base camp desa Selo.

Mendaki Merbabu rasanya berbeda dengan saat semalam di Merapi. Meski jalurnya lebih panjang, tapi jarang kami temui kondisi Merapi yang terus memaksa kami senam jantung dengan tanjakannya. Maghrib hampir tiba, dan kami pun rehat sejenak untuk sedikit melemaskan otot-otot yang mulai menegang. Di sini kami sempat berolok-olok serta menertawakan teman-teman kami yang telah klenger di base camp. Kami pun menganggap jika Merbabu akan begitu mudah untuk ditaklukkan saat itu.

Saat istirahat itulah mata kami disuguhi sebuah pemandangan yang menurut saya cukup membuat kita mengelus dada. Seorang wanita tua berjalan melewati tempat kami beristirahat. Nampak ibu tersebut menggotong sebuah potongan kayu besar, yang saya pikir bobotnya 3 kali lebih berat dari ransel gunung saya. Sempat pula saya berpikir jika saja saya yang membawa beban ibu tersebut. Bukanlah kereta yang saya naiki, tapi sebuah ambulans yang akan mengantarkan saya pulang ke Jember hehe.

Dulur blogger, dari pengalaman tersebut mungkin bisa kita petik sebuah pelajaran hidup. Jika pada dasarnya janganlah kita mempunyai sebuah sikap terlalu membusungkan dada. Jika saja saya sudah merasa hebat telah menaklukkan salah satu gunung teraktif di dunia. Ternyata di sana saya malah ketemu dengan seorang bapak yang menganggap jika Merapi hanyalah tempat dolan. Lebih parah lagi karena di saat saya merasa gagah dibanding teman-teman saya yang di base camp. Eh di Merbabu malah ada seorang nenek yang seakan meruntuhkan mental dan kegagahan saya.

Mungkin ada baiknya jika kita sama-sama telaah kata-kata di bawah ini

Sak duwur duwure gunung, isih duwur dengkul.
Sak duwur duwure dengkul, isih duwur gundul.
Sak duwur duwure gundul, isih duwur kang MAHA LUHUR

Setinggi-tingginya gunung, lebih tinggi kaki kita. Kaki juga lebih rendah dari kepala manusia. Namun sekuasanya seorang manusia, tentu saja tak pernah bisa melebihi kuasa dari Penciptanya. Jadi kenapa kita mesti membusungkan dada? Padahal tanpa Kuasa-Nya kita bukanlah apa-apa?.


Image and video hosting by TinyPic

Komentar

  1. bukankah masih ada langit...

    BalasHapus
  2. matur suwun nggih mas
    sudah diingatkan, insya Allah sih engga lupa
    ada Sang Maha di atas semua ini :)

    BalasHapus
  3. Subhaanaalaah ya kekuasaan Allah

    BalasHapus
  4. Setuju, Mas...
    Yang sombong suruh ke laut aja, nggak usah ke gunung, hehe...

    BalasHapus
  5. Terlepas dari hebat atau unggulnya diri kita, ternyata kita hanya ibarat sebutir debu yang sangat kecil dan kerdil...
    Saya sudah pernah 2 kali naik gunung di Sumbar, sudah pernah mendaki gunung Singgalang...? It's quite challenging...

    BalasHapus
  6. Masbro@
    koyo'e apik ngunu judule yo Kang

    Nique@
    inggih sami-sami mbak.. sami-sami ngelingno

    Lidya@
    subhanallah...

    Kakaakin@
    emang mau mancing nih hehe

    Yorijuly14@
    wah hebat tuh Bang.. bisa enggak ya saya dianterin kapan-kapan hehe

    BalasHapus
  7. hu uh buka kelaut yg sombong mah .. tapi ke DPR aja hihiiii ,piye kabare om

    BalasHapus
  8. seorang ibu renta menggotong beban yang lebih berat dari bobot dirinya adalah cermin Ibu Pertiwi. Sungguh menyedihkan...

    BalasHapus
  9. :18:
    sebuah perjalanan yg membuahkan inspirasi

    BalasHapus
  10. suka dengan paragraf ahirnya kang....
    nasehat yang luar biasa,,,, matursuwun sampun dielingna... :)

    yuk mendaki lagi... :D

    BalasHapus
  11. sungguh tidak pantas manusia itu sombong..karena masih ada yg lebih tinggi dari kita..

    BalasHapus
  12. Wah postingnya mantab sam,,,, untuk apa juga kita membusungkan dada toh disisi kita masih banyak yang lebih dari kita,,,,,, :16

    BalasHapus
  13. Naik gunung selalu mengingatkan kita akan ke-hamba-an kita ya mas...

    BalasHapus
  14. hmm...palingo orang tua kui almarhum Mbah Marijan yo,,mungkin masih belum terkanaljadi mean gak kenal hehehe

    BalasHapus
  15. no comment dah masselain : benci sekali saya dengan orang yang sombong seperti itu.
    semoga jadi bahas intropeksi diri buat temen-temen lainnya .

    salam sejaterah dan sukses selalu mas bro

    BalasHapus
  16. seneng karo paribasan mu kang


    Sak duwur duwure gunung, isih duwur dengkul.
    Sak duwur duwure dengkul, isih duwur gundul.
    Sak duwur duwure gundul, isih duwur kang MAHA LUHUR

    BalasHapus
  17. diatas langit ada langit
    dan Tuhan Maha Perkasa adalah yang paling tinggi
    salam sukses...

    sedj

    BalasHapus
  18. Jadi kenapa kita mesti membusungkan dada? Padahal tanpa Kuasa-Nya kita bukanlah apa-apa?.
    Itu makanya kita harus sujud sama Tuhan.

    BalasHapus
  19. betul gan Allah Maha tahu, Maha melihat dan Maha segala-galanya

    BalasHapus
  20. karena si bapak yg ''jalan2' tadi juga si ibu sudah terbiasa ya Akbar :)
    alah bisa karena biasa , gitu kata pepatahnya sih :)
    salam

    BalasHapus
  21. Brigadir Kopi@
    Hoi piye kabare? kok lama menghilang?

    Kurusetra@
    semog yang muda seperti kita ini bisa sedikit meringankan beban yang disangga Ibu Pertiwi

    I-one@
    hallo bang I-one, ada posting yang lucu lagi nih hehe

    Mabrurisirampog@
    wah saya sekarang udah enggak ada waktu luang lagi buat naik gunung Kang

    BalasHapus
  22. Isti@
    yupz..di atas langit masih ada langit kan?

    Arief Bayoe Sapoetra@
    makane iku sam, ngeblog itu bukan untuk menang-menangan

    Orin@
    betul mbak.. bukan hanya sekedar petualangan doang

    Sofyan@
    hahaha metaoh been Kang.. aku iki loh hafal mukane mbah Maridjan

    Andipeace@
    salam sukses juga buat anda Mas Andi

    BalasHapus
  23. Riez@
    loh yang bikin itu bukan aku loh Kang hehe

    Sedjatee@
    hallo Kang.. nang endi wae rek.. kok suwi ngilang?

    Sya@
    makasih mbak Sya

    Warsito@
    hadoh saya bukan juragan mas hahaha

    Bundadontworry@
    mungkin juga Bun..

    BalasHapus
  24. betul bro kita jangan pernah sombong, kuasa sang Pencipta itu jauh lebih luas, nice pic

    BalasHapus
  25. kenapa kita mesti membusungkan dada? Padahal tanpa Kuasa-Nya kita bukanlah apa-apa?.

    Setuju sekali dengan pesan ini Kang. Terima kasih sudah diingatkan.

    BalasHapus
  26. Wah, kebalik, nih. Dulu waktu naik merapi tak banyak lelah terasa karena hanya 5 jam perjalanan jika dari Selo.
    Tapi ketika mendaki Merbabu, baru berasa karena bercampur airmata. Kata teman-teman sih karena sweater merah yang Susi kenakan. yang manapun, selalu ada cerita indah di pendakian, dan ujungnya adalah kesadaran betapa kecil dan takberartinya hingga tak pantas bersombong diri.

    BalasHapus
  27. maaf, saya baru BW ke blog sampeyan. soale kemarin2 jarang OL. wah ngebaca postingan ini. saya jadi ingat waktu hiking ama temen2 ke daerah pondok halimun - sukabumi. ada satu keinginan yang belum tercapai yaitu melakukan pendakian gunung.jadi kepengen...
    oia, saya mau rekomendasi tentang novel yang berkaitan dengan pendakian gunung. judulnya 5cm,

    BalasHapus
  28. mantap ceritanya kang, menjadikan kita selalu "down to earth" dalam menjalani hidup tanpa keangkuhan apalagi membusungkan dada..

    BalasHapus
  29. Suka banget sama kata-kata terakhirnya..
    Buat apa ya Mas..
    hari gini membusungkan dada,musim ga yah..hehe
    ahh..Jupe sih lucu..ngebusungin,coba yang lain..ga kan ada yang lirik..

    Perjalanan yang sangat menyenangkan tuh..
    kapan yah aku bisa naik gunung..mauu..

    BalasHapus
  30. Hebat ya bapak dan ibu tua itu. MEreka kuat karena memang harus kuat. Isitrahat berarti tidak melanjutkan hidup untuk sejenak :(

    Quote nya keren, Maz :D

    BalasHapus
  31. Sip. Dengan melihat kejadian di alam, bertemu orang-orang menjadikan kita sadar dan selalu beristighfar dengan, mungkin kesombongan kita, ternyata kita bukanlah apa-apa.

    BalasHapus
  32. Wah andai aku bisa ikut hmmmm

    Ku kan buat puisi di atas langit masih ada langit
    Hehehehe

    mantap artikelnya... :)

    BalasHapus
  33. dipuncak gunung, ternyata langit itu masih sangat tinggi ya uncle, :D

    BalasHapus
  34. si bapak yang pas pasan itu udah di check kaki nya masi napak tanah kan bro??? lagian ke gunung cuma jalan jalan. mantap lah cerita nya

    BalasHapus
  35. mas loss yang baik dan tidak sombong, itu kok ada lampu disko di pepatah jawa-nya

    AJIP2 dong :16

    -Makasih peringatannya kang-

    BalasHapus
  36. Archer@
    hehehe makasih brade

    Djangan Pakies@
    mudah-mudahan kita dijauhi dari sifat yang sombong ya Kang

    Abi Sabila@
    sama-sama mengingatkan Kang Abi

    Susindra@
    wah mbak Susi ini suka naik gunung juga ya

    Zico@
    boleh tuh dipaketin ke saya novelnya. gratis ya hehe

    BalasHapus
  37. Muhamaze@
    Down to earth itu melihat ke bawah ya Mas

    Nchie@
    kok bawa-bawa Jupe sih mbak Nchie hehehe

    Chocovanilla@
    lagi belajar bikin quote mbak, matur nuwun ya

    Atikah@
    eh ada mbak Atikah, piye kabare si kecil nih.. udah siap-siap momong kan?

    BalasHapus
  38. Anisayu@
    bikin aja mbak.. saya tunggu loh

    Ysalma@
    mungkin 3 milyar meter lagi hahaha, saya kan belum pernah ngukur mbak hehe

    Bayu Hidayat@
    yakin deh bapak itu manusia deh Mas. wong ma rokok saya doyan kok

    Blogdangkal@
    kan wong Jowo yang dah modern Kang hehe

    BalasHapus
  39. ojo dumeh...
    mari saling merangkul dan berjabat tangan saja :18

    BalasHapus
  40. yoa ,betul banget
    di atas langit masih ada langit yg lebih tinggiiii

    BalasHapus
  41. langit itu indah sekali, sungguh penciptaan yg sangat sempurna..

    salam kenal.. makasih..

    BalasHapus
  42. Setuju setuju, nasehat yang benar, Mas. Patut diingat, di atasnya atas masih atas, dan di bawahnya bawah masih ada bawah. :)

    BalasHapus
  43. Trimksih bnyk mas sudah mngingtkan..
    Gak boleh kalo smbong itu,,aku dah 1 taun di jgja,alhamdulillah pnduduk asli jgja orngnya ramah2.hehe

    BalasHapus
  44. Saya setuju. Di atas langit masih ada yang lebih tinggi lagi. Ga boleh sombong, ga boleh takabur.

    matur suwun sanget buat petuahnya...^^

    BalasHapus
  45. Asik nya kalo nanjak gunung, disana kita bisa mengukur dan merasakan kemampuan diri baik fisik maupun psikis dan kita bisa merasakan keindahan alamnya.

    Salam.. .

    BalasHapus
  46. Bismillah.... Apa kabar sob lama saya tidak main kesini...
    Keindahan Foto di atas.. masih kalah indah dengan nasehat yang ada di akhir paragraf.. Yang sekaligus mengingatkan diriku ternyata aku ini sedikit Ganteng..eh... sombong...wkwkwkwk

    BalasHapus
  47. Makasih untuk sharingnya, Mas Lozz...

    Siapalah qta ini, masih banyak manusia2 yg lebih hebat... Dan diatas itu semua ada Tuhan...

    Kegiatan pencinta alam ini selalu mendekatkan diri qta dgn Tuhan... Teruslah berbagi disini, Mas Lozz :-)

    BalasHapus
  48. wah terimakasih ya mas, postingannya bagus sekali...ngga kebayang yach seorang nenek harus mendaki gunung sendirian demi mencari kayu bakar untuk menghidupi keluarganya...smoga surga lah imbalannya......

    BalasHapus
  49. Saya suka baca kalimat terakhirnya Mas.. santai tapi maknanya dalam...

    Hmm.. kapan yah saya bisa muncak lagi, sudah lama sekali saya ga jalan-jalan ke Gunung, ngiri baca postingan Mas Los ini...

    BalasHapus
  50. Tunsa@
    ayo salaman:18 salaman :18

    Sichandra@
    makasih Mas

    Umiabie@
    salam kenal balik

    Asop@
    masih ada sendal kan Kang Asop hehe

    BalasHapus
  51. Rizky@
    wah bisa mampir kesana nih kalau main ke Jogja mas

    marcheijourney@
    sama..sama makasih banyak sudah berkunjung

    Mood@
    enggak pingin naik gunung sama saya nih bang Mood

    Tonykoes@
    hallo mas Koes yang ganteng, apa kabar nih

    BalasHapus
  52. Lyliana Thia@
    makasih mbak Lyli. sun sayang buat Vania ya

    Nia@
    yah sebagai pelajaran bagi kita semua mbak, jika kita kadang suka mengeluh, padahal masih banyak yang lebih sengsara bagi kita

    Yuni Cute@
    piye kalau kita ke Penangggungan? kan dekat dengan Suroboyo mbak

    BalasHapus
  53. Yups, di atas langit masih ada langit!
    Dengan membaca alam, berinteraksi sosial ato baca buku termasuk blogging *ceilleee* kita makin tahu bahwa banyak yang tidak kita tahu.

    BalasHapus
  54. bener banget... kita sebagai manusia hendaklah selalu rendah hati, walo udah jadi orang gede juga jangan sampe sombong dan merasa paling kuat

    BalasHapus
  55. Sombong itu larang agama, betul tidak ?

    BalasHapus
  56. Iffa Hoet@
    makanya belajar kan Mbak, biar kita bisa tah ya

    Aina@
    betul.. tanpa kuas-Nya kita bukanlah apa-apa

    Obinhut@
    100.. betul buat regu B hahaha

    BalasHapus
  57. Pelajaran berharga untuk kita semua, Kang Lozz.
    Dalam bahasa lain "Aja dumeh.."

    Tapi, tetep menurut saya yang bisa ke puncak gunung itu keren hehe :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel dengan cara seksama dan tidak dalam tempo sesingkat-singkatnya