Bencana itu Mungkin Karena Salah Saya

banjir jakarta
dokumentasi M. Mockhlisin
Banjir merendam ibukota. Sinabung masih belum sembuh dari demam. Tiba-tiba semalam, Kelud pun ikut tertular dengan melontarkan batuk dahaknya. Dikabarkan beberapa gunung api bersiap pula menyalakan sumbunya. Itulah kondisi yang terjadi di negeri kita. Bencana menjadi pertanda jika bumi ini sedang sakit dan butuh penawar berupa kasih sayang  kita.

Indonesia, bumi yang subur serta menyimpan timbunan harta karun yang tak terkira. Negeri dengan bentang alam berupa pahatan-pahatan Illahi yang begitu menawan. Namun di satu sisi negeri ini bukanlah tempat yang aman. Ada ujian berupa bencana alam yang seringkali Tuhan berikan.

Yah, bencana seakan mesra bersahabat dengan Indonesia.  Tiga lempeng utama dunia membuat kita seringkali dihadiahi gempa tektonik dan juga tsunami. Aktifitas vukanis pun terus melakukan geliatnya di perut bumi kita, sebab nusantara disebut pula Ring of Fire dengan ornamen puluhan gunung apinya. Belum lagi bencana yang terjadi karena campur tangan manusia. Kerusakan lingkungan karena tambang misalnya? Atau tanah longsor buah dari pembalakan liar yang semena-mena? Seakan menambah daftar jika bencana dan bencana menjadi agenda tahunan negeri kita.

Banyak ragam manusia dalam menyikapi bencana yang tengah melanda. Ada yang pasrah menerima dengan ikhlas hati. Sebab baginya bencana itu  ujian bagi hamba untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Namun, ada pula beberapa yang beranggapan jika bencana itu adalah hukuman. Menganggap jika bencana itu terjadi karena ulah teman-teman mereka sendiri. Seakan tak bisa membedakan bencana yang terjadi oleh sebab fenomena alam dan mana yang berasal dari kezaliman anak Adam.

Ketika bencana datang, rasa dan sikap simpati pun muncul bermacam-macam. Ada yang melakukannya secara diam-diam, ada pula yang mengatasnamakan bendera yang mereka genggam. Tapi sudahlah, apa pun bentuk simpati yang mereka beri, semoga itu diniati karena rasa cinta pada saudara mereka. Bukan karena syiar warna-warni bendera semata.

Sayang, di tengah bencana yang melanda ada pula yang mencoba mangurai kesalahan semata. Dengan menyerang rival politik mereka misalnya? Lihat saja saat merah yang berkuasa. Ketika banjir mulai tiba,  biru, hijau, kuning dan warna-warni lainnya bersiap pula menggelontor tahtanya. Seakan tiada sadar jika saat giliran mereka duduk di tahta belum tentu masalah banjir bisa kelar. Bahkan mungkin saja ada diantara mereka yang menjadi biang kerok bencana. Dengan membangun villa-villa pada tanah yang tidak semestinya.

Jika pejabat saling sikut-sikutan, akar rumput pun mulai ikut-ikutan. Lewat jejaring sosial mencoba mencari kesimpulan dan kadang cenderung menyalahkan. Bahkan banyak pula yang menghubungkan bencana dengan hal-hal yang di luar logika. Mengatakan bencana Kelud itu terjadi sebab perayaan yang dilakukan segelintir muda-mudi. Ah, kenapa lagi-lagi harus mencari kambing hitam? Kenapa kita selalu enggan menyalahkan diri sendiri? Salah saya, salah Anda, salah kita semua bencana itu ada.

Yah, bisa jadi bencana itu ada karena salah saya. Sebagai pencinta alam mungkin saja saya masih tak mampu menyuarakan kelestarian pada setiap orang. Sebagai blogger mungkin pula tulisan saya tak banyak mempengaruhi pembaca untuk lebih sayang pada alam raya.

Semoga saja kita bisa bijak  menyikapi semua bencana yang ada. Tanpa harus mengurai panjang lebar tentang siapa yang harus disalahkan. Bencana tak semata diturunkan untuk memberi kemelaratan. Tapi, justru itu sebagai pelajaran sekaligus bukti kebesaran Tuhan. Yah, mungkin saja debu Kelud telah mengganggu aktifitas kita hari ini. Tapi beberapa tahun nanti justru abu itu akan menjadi vitamin bergizi bagi bumi yang sudah mati rasa. Jadi apa perlunya di jejaring sosial kita memajang status negatif? Kenapa tak kita nikmati saja cara kerja Tuhan yang Maha Kreatif?

Bencana itu soal kesiapan mental kita dalam menghadapinya. Tentang bagaimana cara meminimalkan agar  tak semakin bertambah karena ulah manusia. Mungkin pula sebagai momentum bagi kita untuk bersatu. Bukan justru sebaliknya untuk saling nylathu.

Yuk, kita saling bergandeng tangan. Meringankan beban saudara kita di tengah himpitan, tanpa harus saling menyalahkan. Sebisanya dan semampunya. Namun jika saja Anda tak kuasa seperti saya. Jalan terbaik mungkin adalah berdoa saja untuk mengungkapkan segenap cinta kita. Yah, diam, berdoa sambil merenung  jika mungkin saja bencana itu terjadi karena saya.




Komentar

  1. kesel banget, ya, udah ada bencana begini bukannya bergandengan tangan malah tetep sikut2an. Sama keselnya dengan berita2 hoax atau menjadikan bencana sebagai becandaan

    BalasHapus
  2. wahai para khalifah di muka bumi, apa yang ada dibenakmu tentang semua bencana ini?? :(

    BalasHapus
  3. aduh aku lagi kuper berat sam, onok tah sing bikin status negatif seiring bencana ini ya? terlaluuuuu...

    BalasHapus
  4. Kereen tulisannya mas..

    di daerahku semalam dapet kado abu vulkanik dari kelud, sampe di jalan2 tebel banget abunya.. Padahal daerahku ini masih tetanggaan sama tuan rumahnya gunung kelud. Apalagi orang2 kediri dan sekitarnya sebagai tuan rumahnya. Jadi kasian.. Mudah2an cepet berlalu deh.. Jangan sampai bencana itu jadi lahan promosi menjelang pemilu.. hehehe

    salam

    BalasHapus
  5. paling tidak suka gitu mas, disangkut pautkan dengan ini itu. apalagi yang menyalahkan tanpa dasar. iyah semoga saudara-saudara kita di sana selalu berada dalam lindungan-Nya. Amin Ya Ro..

    BalasHapus
  6. Semoga apapun bencana yang terus menerus terjadi di nusantara ini makin menyadarkan siapapun dengan segala hikmah kebaikannya yang utama.

    BalasHapus
  7. Tak ada kejadian yang kebetulan. Semua telah tertulis di sana.
    Tak ada sesuatu yang terjadi tanpa seijin Allah
    So, sikapi dengan benar
    Salam hangat dari Sirabaya

    BalasHapus
  8. Sekecil apapun sebuah bencana tentunya akan menorehkan luka terhadap si korban, tentu mereka akan bertambah sedih jika bukan bantuan yg mereka terima melainkan ocehan ocehan yang takbertanggujawab yg mereka dengar. Selain dengan harta, memang kita bisa meringankan beban mereka dg doa.
    Salam
    edi padmono

    BalasHapus
  9. Semoga yang terkena bencana dan dampak bencana diberi kekuatan dan kesabaran, semoga cepat berlalu, aamiin. #hanyabisamendoakan

    BalasHapus
  10. Knp ya orang2 Msh aja mengambil kesempatan dlm kesempitan bencana.. Drpd slg menyalahkan, sikut2an, bikin berita hoax mbok ya bergandengan tangan. Hri ini mungkin mereka yg kesusahan, apa tau bsk giliran kita..
    Moga2 bencana segera berlalu ya mas... Amiinn

    BalasHapus
  11. Memanfaatkan keadaan ... untuk mendongkrak nama baik ... dengan memberikan sumbangan dan sebagaianya ...
    saya rasa lebih baik ...

    dibanding memanfaatkan keadaan ... untuk menyerang yang lain ...

    (tapi ya begitulah ... Merah Kuning Hijau dilangit yang Biru Putih Hitam ... mempunyai kecenderungan yang sama)

    Salam saya Sip

    (15/2 : 5)

    BalasHapus
  12. Kalau gunung meletus itu khan sudah kejadian alamiah alam to ya. jadi bukan bencana namanya. Tapi sewajarnya terjadi. Toh bisa diprediski kapan meletusnya dalam jangka waktu tertentu (gak mungkin bisa memastikan, tapi bisa dikira-kira). jadi ya nikmati saja kejadian alam ini dengan tetep asyik..

    BalasHapus
  13. daripada saling menyalahkan, mending saling mendoakan :)

    BalasHapus
  14. Allah :"). Sedih bacanya. Saya lihat, memang beberapa bencana dikait2kan dengan 'hal begituan', mas. Sempet dapet broadcast juga dari temen ._.

    BalasHapus
  15. Ikut berdoa bareng Uncle Lozz

    BalasHapus
  16. paling kesal pas ada bencana mulai banyak yang saling menyalahkan. :x
    toh harusnya kan ya saling bantu... :(

    BalasHapus
  17. bencana dimana-mana ya uncle. Mendoakan semoga cepat berlalu

    BalasHapus
  18. semoga segala bencana segera berlalu

    BalasHapus
  19. bencana bisa jadi keduanya... cobaan, dan hukuman... anggap saja keduanya... dan tetap introspeksi sembari sabar tabah dan ikhlas,,

    buat mereka yg sikut2an yah cuekin saja.. doakan mereka ^_^

    BalasHapus
  20. Melihat ke samping lebih mudah dari pada menunduk koq Mas, ikut ngacung bahwa saya juga berkontribusi membebani alam. Salam

    BalasHapus
  21. Yang parah itu nyela, nyalahhin sana sini, bikin analisis sampai berbusa tapi dia ga bantu sama sekali.

    BalasHapus
  22. akan lebih baik jika masalah bencana ini dibahas dari segi ilmiahnya. Bahwa kejadian ini itu adalah kondisi untuk menjaga keseimbangan alam. Banjir, air kalau memaksa masuk ke dalam tanah sementara tidak ada pohon juga akan menghancurkan tanah, tanah jadi lemah. Gunung meletus, lha memang panas bumi yang berlebihan akan keluar lewat jalurnya yaitu gunung. Gempa, pergerakan perputaran bumi juga mengharuskan lempeng tanah bergeser untuk menyesuaikan bentuknya.
    Lhaa kita bagaimana menyikapinya? Jepang menyikapi gempa dengan bangunan-bangunan tahan gempa, Indonesia menyikapi banjir dengan kambing hitam dan dosa penduduknya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel dengan cara seksama dan tidak dalam tempo sesingkat-singkatnya