Kata Pak Tino Sidin, Ya Bagus !
Menang setengah hati didukung, kalah pun kadang tak menuai sanjung. Mungkin itulah kondisi yang selalu dialami timnas kita usai berlaga. Kalah harus siap jadi bahan bully massa. Sebaliknya ketika menang jangan terlalu harap mendapat sanjungan. Pasti ada saja yang menyikapinya dengan komentar-komentar melemahkan.
Jika kita mau bersyukur, kiprah timnas di ajang Sea Games 2015 mungkin lebih mendingan di banding beberapa negara kontestan. Lebih lagi mereka berlaga di tengah kisruh yang terjadi antara Menpora dan PSSI. Timnas U-23 masih bisa melangkah ke babak semi final. Meski kemudian gagal dan harus puas menduduki peringkat empat cabang sepakbola.
Sempat terseok di laga perdana oleh Myanmar, tapi perlahan bangkit di pertandingan berikutnya. Kamboja, Filipina, bahkan timnas tuan rumah Singapura pun sanggup mereka taklukkan, sekaligus mengantar mereka di ajang semi final. Sayang, di babak semi final mereka harus mengakui superior Thailand. Lebih apes lagi di perebutan medali perunggu, timnas kita harus pula mengakui kedigdayaan Vietnam.
Di jaman internet seperti sekarang ini semua orang bisa berkomentar sebebasnya. Lebih lagi dalam hal urusan bola kadang lidah komentator seakan mengungguli laju kecepatan striker timnas kita. Komentar yang seharusnya menjadi salah satu dukungan pada timnas kita, justru kadang berubah terbalik. Menang kalah sama saja, enggak ada benarnya.
Lihat saja ketika timnas dibantai Myanmar. Seketika kotak komentar situs-situs bola dan sosial media menjadi ajang caci maki penikmat bola. Anehnya, ketika timnas U-23 menang, ada pula yang beranggapan jika timnas menang hanya sebab keberuntungan.
Jaman sekarang nyinyir dan bully sudah menjadi semacam kebutuhan. Sebaliknya nilai sebuah apresiasi menjadi sesuatu hal yang mahal untuk diberikan. Seolah semua komentator dadakan lupa jika timnas kita telah berjuang semampu mereka.
Pujian memang bukanlah sesuatu yang kita cari dari sebuah karya. Namun sebentuk apresiasi itu juga perlu bagi sebuah karya agar lebih termotivasi. Menghargai sebuah perjuangan mungkin jauh lebih bijaksana ketimbang menghujat hasil sebuah karya. Sebab, ketika kita mejadi pelaku karya belum tentu kita juga mampu berbuat seperti mereka.
Ah, jika dirasa komentar nyinyir sekarang sudah menjajah di setiap sendi dunia maya. Tak hanya urusan bola, tapi juga karya anak-anak bangsa lainnya. Dalihnya sih kritikan, tapi jelas-jelas itu hanya komentar melemahkan. Jangankan pelatih atau pemain bola. Presidennya sendiri saja dilecehkan seakan tak pernah melakukan apa-apa.
Mungkin saja kita perlu belajar lagi pada sosok Tino Sidin. Seorang anak bangsa yang tak pelit memberi pujian pada setiap karya. Tentang bagaimana menghargai arti perjuangan dari ahli karya. Bagi dia salah atau kalah halal hukumnya untuk seseorang yang sedang belajar berkarya. Tiada yang buruk, bego, tolol, bodoh atau bahkan goblok, Yang ada semua karya itu.. Ya Bagus !
gambar : kepakgaruda.wordpress.com
Jika kita mau bersyukur, kiprah timnas di ajang Sea Games 2015 mungkin lebih mendingan di banding beberapa negara kontestan. Lebih lagi mereka berlaga di tengah kisruh yang terjadi antara Menpora dan PSSI. Timnas U-23 masih bisa melangkah ke babak semi final. Meski kemudian gagal dan harus puas menduduki peringkat empat cabang sepakbola.
Sempat terseok di laga perdana oleh Myanmar, tapi perlahan bangkit di pertandingan berikutnya. Kamboja, Filipina, bahkan timnas tuan rumah Singapura pun sanggup mereka taklukkan, sekaligus mengantar mereka di ajang semi final. Sayang, di babak semi final mereka harus mengakui superior Thailand. Lebih apes lagi di perebutan medali perunggu, timnas kita harus pula mengakui kedigdayaan Vietnam.
Di jaman internet seperti sekarang ini semua orang bisa berkomentar sebebasnya. Lebih lagi dalam hal urusan bola kadang lidah komentator seakan mengungguli laju kecepatan striker timnas kita. Komentar yang seharusnya menjadi salah satu dukungan pada timnas kita, justru kadang berubah terbalik. Menang kalah sama saja, enggak ada benarnya.
Lihat saja ketika timnas dibantai Myanmar. Seketika kotak komentar situs-situs bola dan sosial media menjadi ajang caci maki penikmat bola. Anehnya, ketika timnas U-23 menang, ada pula yang beranggapan jika timnas menang hanya sebab keberuntungan.
Jaman sekarang nyinyir dan bully sudah menjadi semacam kebutuhan. Sebaliknya nilai sebuah apresiasi menjadi sesuatu hal yang mahal untuk diberikan. Seolah semua komentator dadakan lupa jika timnas kita telah berjuang semampu mereka.
Pujian memang bukanlah sesuatu yang kita cari dari sebuah karya. Namun sebentuk apresiasi itu juga perlu bagi sebuah karya agar lebih termotivasi. Menghargai sebuah perjuangan mungkin jauh lebih bijaksana ketimbang menghujat hasil sebuah karya. Sebab, ketika kita mejadi pelaku karya belum tentu kita juga mampu berbuat seperti mereka.
Ah, jika dirasa komentar nyinyir sekarang sudah menjajah di setiap sendi dunia maya. Tak hanya urusan bola, tapi juga karya anak-anak bangsa lainnya. Dalihnya sih kritikan, tapi jelas-jelas itu hanya komentar melemahkan. Jangankan pelatih atau pemain bola. Presidennya sendiri saja dilecehkan seakan tak pernah melakukan apa-apa.
Mungkin saja kita perlu belajar lagi pada sosok Tino Sidin. Seorang anak bangsa yang tak pelit memberi pujian pada setiap karya. Tentang bagaimana menghargai arti perjuangan dari ahli karya. Bagi dia salah atau kalah halal hukumnya untuk seseorang yang sedang belajar berkarya. Tiada yang buruk, bego, tolol, bodoh atau bahkan goblok, Yang ada semua karya itu.. Ya Bagus !
gambar : kepakgaruda.wordpress.com
Like!! :-D
BalasHapusMereka sudah memberikan yg terbaik... siapapun pasti memberikan yg terbaik thd karyanya...
Postingan ini juga... bagus! ;-)
Indonesia raya memang hadeuh...
BalasHapusKomentatornya lebih pinter daripada yang main
Apalagi komentar di detikcom misalnya
Yang pro kontra sampe pada berantem saling hujat..
Jadi kangen menikmati siaran langsung sepakbola dari radio. Penyiare sibuk karepe dewe, pendengarnya bahagia, sibuk terbang bersama imajinasi yang dituntun oleh sang penyiar.
BalasHapusUdah ga bisa nonton bola karena tv di rumah rusak. Hiks :(
BalasHapusTapi emang bener, uncle. Sekarang di social media itu mudah sekali war-waran. Padahal dukungan penting untuk sebuah karya.
Kita memang selalu lupa dengan proses.. Bahwa apapun hasilnya, akan selalu ada proses yang membutuhkan niat, usaha, dan kerja keras yang tidak gampang. Semoga social media tidak dipenuhi dengan hal-hal yang "meracuni" seperti ini..
BalasHapusayo....mulai dari sekarang beri komentar yg menyejukkan hati dan memberikan aura positif bagi lingkungannya. tetap menulis ya essip.......*mengingatkan kepada diri sendiri juga*
BalasHapusudah modelnya sekarang ini ngeluarin komentar sembarangan di semua akun sosmed ...., kalau mau dibacain semua sih bikin capek ati..
BalasHapusthanks uncle...., bergaul dgn org positif bikin kita positif.., kl temenan sam yg negatif ya ikutan tertular negatif juga
Dari bola ke gambar. Tapi dulu nggak pernah melewatkan episode pak tino kok.
BalasHapusKadang saya liat komentar2 di sosmed dan itu malah bikin hati nyesek. Coba kalau mereka berada di posisi timnas, pasti belum tentu bisa memberikan yang terbaik. Iya to
BalasHapusAPa kabar uncle....
bagus, benar sih orang-orang yang sedang berproses adalah orang yang telah melakukan yang terbaik dibandingkan yang hanya mengomentari...ooops, saya mengomentari namun bagus. Hi uncle
BalasHapuslebih enak memberikan pujian jadi damai ya uncle
BalasHapusSetuju, bang. Terkadang memberikan nyinyiran lbh mudah daripada memberi apresiasi karya orang lain.
BalasHapusPadahal memberikan apresiasi bisa menumbuhkan energi positif
Kita harus menghargai pejuangan tim nas, apapun hasilnya itulah sebuah permainan . tetap semangat
BalasHapusIya, Pak Tino itu ngemong sekali. Selalu memberi semangat positif :)
BalasHapus